PwC melaporkan bahwa Indonesia punyai cadangan metana batu bara keenam terbesar di dunia dengan 453 triliun kaki kubik dan cadangan shale gas diperkirakan sebesar 574 triliun kaki kubik. Selain itu, menurut BP Statistical Review of World Energy 2018, cadangan gas alam di Indonesia tercatat sebesar 102,9 triliun kaki kubik. Produksi gas di Indonesia sudah capai 68 miliar m3, berkontribusi terhadap 60% keseluruhan mengolah minyak dan gas negara.

Untuk meningkatkan kendali atas ekspor dan barang import minyak, gas dan bahan bakar lain di Indonesia, serta untuk menyederhanakan sistem perizinan usaha, Peraturan No. 21 tahun 2019 mengenai Ekspor dan Impor untuk Minyak, Gas dan Bahan Bakar Lain sudah diterbitkan oleh Menteri Perdagangan. Peraturan yang baru ini akan mengambil alih Peraturan Menteri No. 03/M-DAG/PER/1/2015.
Secara umum, Peraturan 21/2019 mengupas kasus isu tentang perolehan izin impor dan ekspor untuk minyak, gas dan bahan bakar lain di Indonesia:
Lingkup bahan bakar ekspor dan impor
Syarat dan prosedur ekspor minyak, gas dan bahan bakar lain
Syarat dan prosedur impor minyak, gas dan bahan bakar lain
Lingkup Bahan Bakar Ekspor dan Impor
Jenis minyak, gas dan bahan bakar lain yang diimpor dan diekspor yang termasuk dalam Peraturan 21/2019 yang lalu dinyatakan sebagai berikut:
Minyak
Minyak dengan Kode HS 27.09. Ini termasuk minyak petroleum berasal dari mineral yang punya kandungan bitumen mentah
Minyak dengan Kode HS 27.10. Ini termasuk minyak petroleum berasal dari mineral yang punya kandungan bitumen non-mentah
Gas
Gas dengan Kode HS 27.11. Ini termasuk gas petroleum dan gas hidrokarbon lain
Gas dengan Kode HS 29.09. Ini termasuk ether, ether-phenol dan alkohol ether
Bahan Bakar Lain
Bahan bakar dengan Kode HS 22.07. Ini termasuk alkohol ethyl dengan 80% alkohol dan belum didenaturasi
Bahan bakar dengan Kode HS 38.26. Ini termasuk bio-diesel dan campuran tentang lain
Ekspor dan impor minyak, gas dan bahan bakar lain yang digunakan untuk target penelitian atau sampel dibebaskan berasal dari ketentuan di atas. Namun, importir dan eksportir perlu terlebih dahulu mendapatkan persetujuan berasal dari Direktorat Jenderal Perdagangan Asing.